Kamis, 18 Desember 2014

Sjafruddin Prawiranegara, Seseorang yang Tidak Diakui sebagai Presiden Indonesia


Sjafruddin Prawiranegara yang lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911 – meninggal di Jakarta, 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun adalah Seseorang  yang pernah memimpin bangsa Indonesia selama 207 hari serta penyelamat negara di saat zaman Presiden Soekarno dan wakilnya Mohammad Hatta ditawan Belanda, tidak pernah diakui sebagai Presiden di Indonesia. Bahkan, hingga kini belum juga diangkat sebagai pahlawan nasional.
Semenjak berkecimpunya Sjafruddin Prawiranegara di dalam kancah pemerintahan, sudah tidak terhitung lagi berapa banyak jasa yang ia torehkan. Namun hidupnya selalu dihantam kesulitan. Rumahnya ’lenyap’. Anak-anaknya dititipkan ke sanak saudara dan para teman, meski negeri ini telah merdeka. Tak ada pengakuan prestasi. Apalagi gelar pahlawan. Peran PDRI diakui tahun 2006. Melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan tanggal 19 Desember sebagai ‘Hari Bela Negara’. Keputusan itu dilandasi fakta perjuangan Sjafruddin dan kawan-kawan mempertahankan kemerdekaan melalui PDRI. Namun, Sjafruddin tidak diakui menjadi presiden. Padahal ketika memimpin PDRI, Sukarno-Hatta telah ditawan Belanda. Anda saja tidak ada PDRI, Indonesia telah “musnah”. Dan Indonesia kembali dicengkram kolonialisme.
Syafruddin adalah orang yang ditugaskan oleh Soekarno dan Hatta untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI), ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamma Hatta ditangkap pada Agresi Militer II, kemudian diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka, 1948. Syafruddin menjadi Ketua Pemerintah Darurat RI pada 1948. Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.
Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.
Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai Menteri Keuangan antara tahun 1949-1950. Selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, pada bulan Maret 1950 ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin. Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.
Pada awal tahun 1958, PRRI berdiri akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat. Syafruddin diangkat sebagai Perdana Menteri PRRI dan kemudian membentuk Kabinet tandingan sebagai Jawaban atas dibentuknya kabinet Ir Juanda, di Jawa. Kabinet PRRI berbasis di Sumatera Tengah. PRRI masih tetap mengakui Soekarno sebagai Presiden PRRI, karena ia diangkat secara konstitusional.
Pada bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintah pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Keputusan Presiden RI No.449/1961 kemudian menetapkan pemberian amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan, termasuk PRRI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar